Salam sejahtera
selalu buat Anda semua..
Membuat film pendek bagi filmholic seperti kita tentunya hal yang
sangat menggairahkan, pun sangat menantang. Apalagi dengan maraknya festival
film jenis ini di tanah air pada beberapa tahun terakhir.
Begitupun yang saya rasakan.
Geregetan rasanya untuk
segera menulis skrip, merancang produksi, casting pemeran, dan mensyut sendiri
film pendek saya.
Hati bergejolak dengan
semangat dan ambisi, pikiran berkelebatan dengan imajinasi serta ide-ide cerita
dan visualisasinya.
Nah, kali ini saya
ingin bagi-bagi sedikit cerita dan pengalaman seputar produksi film pendek
pertama saya di tahun 2009 yang lalu. Bukan film besar tentunya, sebaliknya
hanya karya amatir dengan budget minim yang dibuat dengan semangat nekad :-) .
Sebuah film yang dibuat sebelum saya mengetahui cara membuat film pendek yang
baik.
Kalau saya ingat-ingat kebelakang, keinginan
membuat film ini sebenarnya sudah sangat lama terbangun didalam hati dan
pikiran saya. Kalau tidak salah, sejak duduk di bangku SMA belasan tahun yang
lalu. Dengan berbagai alasan, baru 15an tahun kemudianlah keinginan itu dapat
mulai terwujud. Saat saya sudah menjadi seorang karyawan. Saya ingat keputusan nekad
membuat film sendiri itu timbul atau berawal dari pikiran, “ah, kalau terus
menuruti kesibukan dan mengalah pada berbagai halangan, ketakutan dan suasana
hati, bisa-bisa nggak akan pernah bikin film”. Jadi, nekad. Itulah awalnya,
kata kuncinya. Tapi maksud saya bukan nekad total dan hantam kromo lho ya.
Nekad dalam tekad dan nyali. Dalam kemauan menyisihkan uang di tengah berbagai
kebutuhan hidup, dalam mengajak kawan-kawan baru yang belum lama saya kenal di
sebuah workshop film, dalam melakukan syuting tanpa pengalaman sama sekali. Saya
persiapkan saja segala sesuatunya sesuai ilmu yang ada pada saya saat itu.
Lalu, syuting!
MODAL
Idealnya sebagai
cara membuat film pendek yang baik, modal berasal dari patungan beberapa orang
yang ingin memproduksi film bersama. Atau dari sponsor, bisa juga secara crowdfunding. Namun
karena ini karya pertama dimana saya ingin melakukan semuanya sesuai keinginan
saya, maka saya pikir modal harus dari kantong sendiri dahulu. Tidak usah
menunggu adanya pihak yang mau mendanai. Lagi pula, saya sendiri toh belum
yakin akan kemampuan diri sendiri dalam membuat film. Jadi saya merogoh kocek
dalam-dalam dari rekening tabungan gaji bulanan saya. 100% dari kantong pribadi.
Yah, walaupun pahit akibatnya karena ini mengurangi simpanan saya dalam jumlah
yang sangat signifikan! J
CERITA
Berawal dari
keprihatinan saya akan kehidupan para pekerja jalanan yang saya sering lihat di
jalanan, di Jakarta pada khususnya. Mereka para pembersih sampah, pemulung,
pengamen, dsb. Kehidupan mereka begitu keras, namun sangat minim perhatian dari
pemerintah maupun kita sebagai masyarakat sendiri. Cenderung kita menganggapnya
sebagai fenomena yang biasa. Nah, inti cerita ini adalah tentang seorang pemuda
perantau yang depresi karena perjuangannya yang stagnan dalam hidup di Jakarta,
namun kemudian sadar setelah secara tak sengaja memperhatikan kehidupan para
pekerja jalanan ini.
PEMERAN
Gado-gado. Ada yang
dari teman satu kelas di kursus akting (saya sengaja kursus akting juga untuk
menambah wawasan), ada yang baru kenal di workshop film pendek, ada juga dari temannya
teman. Pokoknya mereka yang saya rasa cocok dengan karakter tokoh di film ini,
langsung saya tawarkan untuk ikut main. Bukan cara ideal untuk mencari pemain,
saya tahu. Casting pemain seharusnya dilakukan sebagai cara membuat film pendek
yang baik. Tetapi, kendala waktu dan budget membuat saya harus potong kompas
dengan cara seperti ini. Barulah pada produksi film berikutnya saya melakukan casting.
JALANNYA PRODUKSI
Syuting dilakukan
selama 3 minggu setiap hari Sabtu dan Minggu pada November dan Desember 2009
yang lalu. Molor dari rencana, dikarenakan beberapa faktor seperti tidak on time nya beberapa teman pendukung produksi,
dan kesalahan saya memprediksi lama waktu pengambilan gambar. Ternyata untuk
membuat 1 scene sederhana saja bisa membutuhkan waktu yang lama. Coba-coba
penempatan kamera, kesalahan dialog pemeran, dsb. menjadi penyebabnya. Maklum,
belum berpengalaman :-(
KENDALA
Ada beberapa
kendala yang saya dan tim alami akibat tidak mengikuti cara membuat film pendek
yang baik. Dari pra produksi hingga pasca produksi. Berikut sebagian
diantaranya:
1. Lokasi terlalu banyak
Saya kurang
memperhatikan ini. Ternyata salah satu kunci sukses untuk memproduksi film
pertama kali adalah, lakukan syuting di sesedikit mungkin lokasi yang berbeda,
apalagi berjauhan. Repot dan ribet, guys. Ya transportnya, ya biayanya, ya
ketepatan waktu para kru dan pemerannya, ya cuaca, ya membawa alatnya…
Dengan begini konsentrasi
pada mutu dan jalan cerita jadi terpecah.
2. Skenario terlalu panjang
Film pendek
sebaiknya to the point,
ringkas, padat, berisi. Kalau jalan cerita panjang? Justru disitu tantangannya
bagaimana menyederhanakan cerita. Dragging (bertele-tele); itulah yang saya
rasakan setelah menonton hasil akhir film ini. Dan selanjutnya, saat membaca
kembali skenarionya.
18 menit, bayangkan
:-(
Walaupun batasan sebuah film disebut film pendek adalah 30 menit, tetapi saya belajar bahwa sebaiknya sebuah film pendek disampaikan dengan cara yang SEEFEKTIF mungkin. Setelah saya baca skenario, seharusnya durasi 18 menit itu bisa disederhanakan menjadi 10 menit saja.
Walaupun batasan sebuah film disebut film pendek adalah 30 menit, tetapi saya belajar bahwa sebaiknya sebuah film pendek disampaikan dengan cara yang SEEFEKTIF mungkin. Setelah saya baca skenario, seharusnya durasi 18 menit itu bisa disederhanakan menjadi 10 menit saja.
3. Properti yang
terlalu banyak
Ringkas dalam
segala hal, agar bisa konsentrasi pada akting pemain dan jalan cerita. Itu yang
saya belum sadari. Gabus styrofoam, kertas scotlight, alat tulis, rokok, botol
(pura-pura) minuman keras, dsb. Saya borong dari Gramedia dan toko lain. Mau
bikin prakarya atau bikin film pendek!?
4. Waktu aktor yang
terbatas (sudah berkeluarga)
Sebagian besar pemeran
film saya sudah berkeluarga dan memiliki anak. Walaupun sudah berkomitmen untuk
menyelesaikan syuting, tetap saja saya nggak enak untuk menyita waktu weekend mereka terlalu lama. Apalagi, sebagian
penyebab molornya waktu syuting adalah kesalahan saya sendiri memperkirakan
jadwal.. Jadilah, penyederhanaan skenario disana-sini terjadi secara mendadak
di lapangan. Efek berantainya, jalan cerita jadi sedikit menyimpang dari
skenario awal dan akhirnya berimbas pada hasil akhir film yang jauh dari
memuaskan.
5. Kru nggak on time
Ini masalah klasik
produksi film amatir, sepertinya. Sudah dikasih jadwal, dikasih pengertian,
dikasih honor pula (walau sangat sedikit), masih nggak bisa tepat waktu.
Akibatnya jelas, target jumlah adegan yang bisa diambil dalam satu hari jadi
berkurang. Hal ini menjadi pelajaran bahwa untuk produksi berikutnya, saya
harus tekankan di awal masalah-masalah yang nampaknya sepele tapi ternyata
(sangat) penting ini.
6. Minim
pengetahuan seputar rental peralatan, sehingga dapat alat yang kurang optimal
dengan harga mahal, dan lokasi yang jauh.
Terutama adalah,
kamera. Saya memakai kamera Panasonic MD 9000 dan 10000 (standar kamera untuk liputan
pernikahan di tahun itu), karena saya kira secara umum di semua Rental pasti
lebih murah dibanding kamera standar Broadcast. Ternyata tidak. Di Rental lain
yang saya baru tahu setelah selesai syuting, ternyata ada kamera Broadcast yang
sama harga sewanya dibanding kamera Panasonic itu. Lebih nyeseknya di dada lagi,
lokasinya ternyata di kelurahan tetangga yang cuma butuh biaya transport 10an
ribu rupiah PP! Sementara untuk ke Rental Panasonic itu harus mengeluarkan dana
lebih dari 50 ribu rupiah.. :-( Padahal perasaan, saya sudah browsing internet untuk riset Rental ini lho.
Ternyata kesadaran para pemilik rental untuk mengiklankan diri di internet
masih kurang. Sayang sekali..
7. Alat rusak: bohlam lampu putus
Saat menyewa lampu,
saya tidak diberi lampu cadangan. Akibatnya saat lampu itu mati saat syuting,
berimbas ke kualitas pencahayaan. Di editing deh, saya harus ekstra color
correction. Itupun hasilnya tak bisa sempurna. Sudah begitu, disuruh ganti
harga lampu pula. Pelajaran guys, saat kita menyewa alat, kita harus menanyakan
dulu ketentuan penyewaan secara jelas dan rinci. Nampaknya menjadi wajib
adalah, kita harus minta lampu cadangan.
8. Cuaca Buruk
Mendung gelap dan
hujan sempat mengkhawatirkan, namun untungnya tak terlalu banyak mengganggu.
Lain kali kalau mau syuting, tak ada salahnya mengintip prakiraan cuaca yang
dikeluarkan Badan Meteorologi dan Geofisika.
9.Komputer nggak
siap buat editing + nggak familiar dengan software yang simple
Sebagai video
editor, saya biasa menggunakan Avid dan Final Cut Pro di kantor. Namun saat
saya coba install di PC di rumah, ternyata hardware saya nampaknya kurang
support dengan kedua software itu. Saya coba menggunakan software yang
sederhana seperti Ulead Studio dan Windows Movie Maker, ternyata kurang nyaman
dan kurang lengkap tool-nya karena
terlalu simple. Akhirnya saya mengggunakan Adobe Premiere, yang fitur-fiturnya
tak kalah dengan Avid dan FCP, juga tak terlalu rewel dengan spesifikasi teknis
komputer. Tak salah rasanya, kalau banyak orang bilang software ini adalah
software editing ‘sejuta umat’ :-)
Hanya saja
resikonya, saya harus mengedit pelan-pelan sebab belum familiar dengan software
ini.
10. Salah estimasi
lama syuting, merusak jadwal keseluruhan
11. Kurang tepat
pemahaman tentang film pendek
Setelah saya tonton
hasilnya, film saya ini jadi seperti sinetron. Padahal seharusnya (dibandingkan
film-film pendek luar negeri yang saya tonton), film pendek seharusnya singkat
saja—kurang dari 15 menit, konfliknya padat dan ringkas saja. Mengambil 1
peristiwa saja dalam rentang waktu pendek.
12. Terlalu sibuk
dan Malas untuk mengedit!
Hampir 6 bulan,
film ini baru jadi :-(
Lain kali, harus
saya usahakan untuk lebih tepat waktu, tak menuruti mood dan kesibukan yang
seolah tak ada habisnya.
Rekan-rekan film
holic,
Itulah sekilas
cerita mengenai film pendek saya, berikut pelajaran yang saya petik
daripadanya. Setelah itu saya baca-baca artikel di internet, saya menemukan
pelajaran-pelajaran berharga seputar cara membuat film pendek yang baik, yang
memperkaya pemahaman saya tentang produksi film pendek. Berikut saya cuplikkan
sebagian darinya, yang beberapa diantaranya serupa dengan kesalahan yang saya
lakukan diatas dan solusi pemecahannya.
Cara Membuat Film Pendek Yang Baik
Cara Membuat Film Pendek Untuk Pemula
Berikut adalah beberapa langkah untuk diikuti ketika membuat film pendek.
1. Memilih naskah pendek
Meskipun pembuat
film mungkin tergoda untuk mengambil kamera dan segera
memulai syuting, sebuah film yang baik menceritakan sebuah cerita dengan awal, tengah, dan akhir. Jadi
naskah-nya memastikan bahwa film ini mengisahkan cerita seperti
itu.
Setiap
orang mungkin dapat menulis naskah, tetapi alternatif yang akan membuat Anda
memulai praktek pembuatan film dengan lebih cepat adalah dengan men-download naskah dari Internet. Sebagai contoh, beberapa situs menawarkan
‘naskah duet akting’.
Naskah duet
akting menggambarkan satu adegan berdurasi sepuluh menit antara dua aktor,
tanpa dialog. Ideal bagi mereka yang baru mulai membuat
film, skrip seperti itu menawarkan kesempatan besar untuk pengakraban diri dengan syuting.
2.
Membuat Storyboard
Setelah skrip aman, kita bisa membuat storyboard, yaitu gambar
visualisasi dari setiap adegan. Banyak pekerjaan dalam membuat sebuah film adalah mengatur storyboard, terutama mengingat bahwa pembuatan
storyboard ini dapat menghemat banyak waktu dalam jangka panjang.
Keuntungan dari pekerjaan ini adalah bahwa itu tidak mahal dan menghematwaktu
daripada mencari tahu aliran film saat film benar-benar
sudah syuting. Jalan cerita yang baik tidak perlu sebuah karya seni; selama memungkinkan pembuat
film untuk fokus pada pengambilan gambar ketika tiba saatnya untuk syuting, itu
sudah storyboard yang baik.
3. Pencarian
Lokasi Syuting
Meskipun sebuah film
akan ditentukan oleh naskah, penting untuk menemukan
lokasi yang cocok untuk mulai syuting.
Sebagai contoh, jika sebuah film berlangsung di sebuah kedai kopi, harus diputuskan apakah akan
syuting di kedai kopi yang sebenarnya, yang akan memerlukan izin dari pemiliknya, atau untuk meniru lingkungan sebuah
kedai kopi. Jika film berlangsung di luar ruangan, salah
satu kebutuhan adalah untuk menemukan lokasi yang aman. Jika syuting terjadi di
dalam Ruangan, kita perlu menemukan tempat indoor yang mana film tidak akan terganggu. Jika film bergantung pada properti, hal
ini juga harus diperhitungkan saat memilih lokasi.
Menjadi sadar bahwa tidak
selalu mudah untuk menemukan lokasi yang murah, jadi kecuali Anda
punya anggaran yang cukup besar untuk ini, cobalah untuk menetapkan
lokasi adegan di sekitar lokasi yang Anda benar-benar memiliki akses penuh
terhadapnya, daripada tempat-tempat seperti bank atau supermarket.
4. Memilih Kamera
Membuat Film Pendek Dengan Kamera Hp
Kamera film
konvensional itu mahal, tetapi kamera digital memberikan pilihan
yang jauh lebih murah untuk para pembuat film pemula. Saat
ini sangatlah mungkin untuk menggunakan iOS atau perangkat Android untuk membuat film pendek dan bahkan beberapa
film sukses telah dibuat dengan menggunakan hanya sebuah ponsel pintar.
Kelemahan utama dari perangkat ini adalah ruang penyimpanan, sehingga bilamana
mungkin belilah kamera digital film khusus. Meskipun kamera digital film high end mahal, ada pasar untuk kamera konsumen yang
tak begitu mahal. Kamera tersebut mampu merekam film definisi tinggi
(HD) dan sangat portabel. Selain itu, mereka memungkinkan rekaman bisa ditransfer ke komputer dengan
mudah untuk diedit dan pasca-produksi.
Pembahasan lebih lanjut mengenai cara membuat film pendek menggunakan kamera Hp ini dapat Anda baca disini.
5. Mengedit Film
Software Untuk Membuat Film
Rekaman asli
(mentah) seringkali tidak menceritakan sebuah cerita dan sering mengandung materi tambahan yang tidak relevan dengan naskah. Hal
ini sengaja dilakukan demi efisiensi lokasi syuting, pakaian, dsb. yang pada
ujungnya adalah efisiensi biaya.
Untungnya, mengedit telah dibuat lebih
mudah dengan pengeditan generasi terbaru. Meskipun beberapa software
dapat dibeli dengan biaya beberapa ribu dolar, untuk film pendek biasanya cukup
menggunakan paket perangkat lunak gratis. Windows, misalnya, datang dengan
Windows Live Movie Maker, yang telah populer selama bertahun-tahun.
Kebanyakan Apple Mac dilengkapi dengan iMovie, software
yang dirancang untuk pendatang baru yang benar-benar cukup powerful
untuk editing. Software murah lainnya adalah ScreenFlow (berharga sekitar $100):
Mengikuti langkah-langkah ini
akan memberikan kita pengalaman dalam pembuatan film dan akan memberikan gambaran kasar terhadap
para pembuat film pemula tentang bagaimana sebuah film dibuat.
Guys, itulah
sedikit tentang proses produksi film saya, berikut sedikit wawasan tentang cara
membuat film pendek yang baik. Silahkan jadikan referensi, agar kesalahan yang
telah saya lakukan jangan sampai terjadi pada anda.
See you bro and
sist..
Produksi-film.blogspot.co.id
www.nyfa.edu
www.nyfa.edu
www.youtube.com